
Bahagia disana ya, Ma
Shifa Putri Hamdani, Bogor

Perkenalkan nama saya Shifa Putri Hamdani, biasa dipanggil shifa atau putri. Saya anak pertama dari tiga bersaudara. Mamah dan ayah saya merupakan pegawai bank. Saya waktu itu masih kelas 2 SMA. Adik pertama saya memiliki keterbelakangan downsyndrome dan adik saya yang kedua masih kelas 3 SD. Sekitar tahun 2012 silam, kehidupan keluarga saya berubah. Berawal dari mamah saya yang pada saat itu mengeluh ada benjolan di daerah payudara. Saya pun tidak berpikir apa-apa karena memang waktu itu tidak berpikir kalau “bejolan” tersebut merupakan ciri dari kanker.
Kebetulan waktu itu mamah ada waktu dan bermaksud untuk pergi ke Bandung untuk memeriksakan benjolan tersebut disana. Kebetulan yang berangkat ke Bandung hanya mamah saja, ayah sibuk kerja dan kami pun sekolah. Mamah di Bandung selama tiga hari. Tepatnya hari minggu mamah ke laboratorium di daerah riau Bandung dan hasil laboratorium nya keluar pada hari senin.
Saya ingat betul saat itu hari senin. Saya baru pulang sekolah, masih menggunakan seragam di hari senin yang berwarna hijau lengkap dengan rompi. Saya pun bergegas mandi dan handphone saya dicharger sewaktu saya mandi. Saya belum menanyakan kapan mamah pulang ke bogor. Selesai mandi saya melihat handphone saya dan ada tanda bbm masuk. Saya pun membuka chat tersebut dan saya begitu kaget. Chat itu datang dari mamah. Isi chatnya kurang lebih seperti ini,
“Kak doain mamah ya cepet sembuh. Kakak harus kuat buat keluarga”.
Feeling saya waktu itu tidak enak sekali kenapa tiba-tiba mamah chat seperti itu. Saya putuskan untuk menelfon mamah dan posisinya waktu itu mamah sedang ada dijalan pulang mau ke rumah di Bandung sehabis mengambil hasil dari laboratorium.
Saya begitu kaget. Sedih mendengar kabar bahwa mamah saya divonis dokter mengidap kanker payudara. Saya menangis menjerit lari keluar kamar dan adik saya yang kedua bernama Caca serta pembantu saya menghampiri saya, kebetulan ayah waktu itu sudah pulang dan kaget melihat saya menangis seperti itu. Saya menceritakan soal penyakit mamah kepada keluarga. Semua menangis tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya nanti.
Semenjak divonis dokter mengidap kanker payudara kami terus berusaha untuk menyembuhkan mamah, mulai dari pengobatan alternatif hingga konsultasi ke dokter. Waktu itu mamah disarankan dokter untuk dioperasi agar sel kanker yang bersarang di payudaranya diangkat, namun mamah tidak mau. Saya tahu betul mungkin mamah juga takut dan masih ingin mengusahakan dengan menggunakan pengobatan alternatif.
Semakin hari sel kanker yang ada ditubuh mamah semakin bertumbuh. Tadinya hanya ada di bagian payudara sebelah kanan, namun di tahun 2015 mamah merasakan benjolan lagi di sebelah kiri. Pada akhirnya saat bulan September 2015 mamah mengalami tremor hebat. Saya putuskan untuk membawa mamah ke rumah sakit di daerah dago Bandung. Kebetulan mamah dipindahtugaskan bekerja di Bandung jadi saya lebih mudah untuk mengurus mamah disana bersama sanak saudara lain.
Sesampainya di ruang UGD, mamah langsung diinfus dan diperiksa terlebih dahulu oleh suster dan dokter. Ibarat seperti adegan disinetron, saya diberitahu oleh dokter jaga saat mamah pertama kali dibawa ke ruang UGD bahwa kanker mamah sudah stadium akhir dan dokter mengatakan saya harus siap. Saya tidak berpikir jauh maksud dari kata-kata dokter itu. Saya hanya bisa menangis dan berdoa tidak terjadi apa-apa.
Mamah dirawat di rumah sakit selama dua minggu. Ditangani oleh tiga dokter yaitu dokter paru, dokter syaraf, dan dokter ahli kanker. Dokter pun menyarankan mamah di kemoterapi terlebih dahulu sebanyak tiga kali dan setelah di kemoterapi mamah harus menjalani operasi pengangkatan kanker di bagian payudara kanan dan kiri. Mamah menjalani kemoterapi, biopsi, suntik insulin dan yang lainnya. Cairan kanker payudara yang diderita mamah sudah menyebar ke bagian paru-paru, mamah juga mengalami diabetes dan sudah terjadi komplikasi dibeberapa organ tubuh lainnya maka dari itu mamah perlu perawatan intensif. Diabetes yang dialami mamah pun mengharuskan mamah untuk menjalani diet. Dietnya seperti sebelum makan harus disuntik insulin terlebih dahulu agar insulin dalam tubuhnya tidak bertambah.
Rencana Allah tidak ada yang tahu. Kita sebagai manusia hanya bisa berencana. Saat mamah baru menjalani kemoterapi yang pertama, bulan oktober 2015 mamah menghembuskan napas terakhirnya di rumah. Idaman mamah ingin meninggal di rumah, tidak mau di rumah sakit dan tidak ingin merepotkan. Buktinya saat mamah pergi meninggalkan kami, mamah sama sekali tidak merepotkan sama sekali, mamah pergi dengan tenang dan tersenyum bahagia.
Pesan untuk kaum wanita, jika memang merasa ada benjolan di daerah ketiak atau payudara lebih baik diperiksa ke dokter dan jika memang diperlukan tindakan saat itu lebih baik dilakukan daripada menunggu sel kankernya menyebar seperti mamah. Benar kata pepatah, lebih baik mencegah daripada mengobati. Jangan lupa untuk berolahraga dan mengatur pola hidup sehat, karena itu bisa meminimalisir terjadinya kanker.
Kembali ke Cerita Lain